Jika kalian mencari tempat yang direkomendasikan untuk menyantap es krim di Jakarta melalui internet, pastinya nama Es Krim Ragusa menjadi rekomendasi paling atas. Wajar, karena memang salah satu toko legendaris di Jakarta ini tidak pernah kehilangan popularitasnya.Dikenal karena es krim mereka yang menggunakan metode homemade, setiap saatnya, toko es krim ini selalu ramai dikunjungi. Bahkan, di akhir pekan, banyak pengunjung yang tidak kebagian tempat duduk dan akhirnya memilih untuk duduk di trotoar. Sempat terpuruk di tahun 1972, Es Krim Ragusa akhirnya merasakan kejayaannya ketika dipimpin oleh Hj. Sias Mawarni. Pada kurun waktu antara tahun 1972-1998, Es Krim Ragusa bahkan memiliki total gerai hingga 20 gerai.Penasaran dengan sosok perempuan luar biasa ini? Simak ulasannya di artikel berikut!
Story Behind Es Krim Ragusa
Berdiri pada tahun 1932, pada awalnya Es Krim Ragusa didirikan oleh dua orang berkebangsaan Italia yang bernama Luigie Ragusa dan Vincenzo Ragusa. Keduanya pada awalnya datang ke Batavia untuk belajar menjahit pada tahun 1930-an. Setelah lulus, mereka kedua pergi ke Bandung dan bertemu dengan seorang wanita Eropa yang memiliki peternakan sapi. Wanita tersebut kemudian memberikan banyak susu sapi kepada mereka. Susu sapi pemberian itu dimanfaatkan oleh Luigie dan Vincenzo menjadi bahan baku untuk pembuatan es krim Italia. Dibantu tiga orang saudara laki-laki lainnya, Luigie dan Vincenzo mendirikan gerai Es Krim Ragusa pertamanya di Jalan Pos yang sekarang bernama Jalan Naripan, Kota Bandung.Tak lama setelah mendirikan gerai pertamanya di Bandung, Es Krim Ragusa kemudian didirikan di Jakarta, tepatnya di daerah Pasar Gambir. Namun, karena kurangnya peminat, sekitar 1 bulan kemudian gerai tersebut dipindahkan ke tempat yang sampai saat ini masih berdiri, yaitu di Jalan Veteran I no. 10, Jakarta Pusat.Pada kurun waktu antara tahun 1932-1945, Es Krim Ragusa mendapat banyak pelanggan. Pelanggan yang datang kebanyakaan adalah masyarakat asing yang memang tinggal di Indonesia selama masa penjajahan.Namun, pada kurun waktu antara tahun 1945-1972, sedikit demi sedikit penjualan Ragusa mulai berkurang. Ini dikarenakan dalam kurun waktu tersebut masa penjajahan berakhir dan banyak orang asing yang kemudian pulang ke negara asalanya.Hal ini yang akhirnya membuat Ragusa bersaudara memutuskan untuk meninggalkan Jakarta dan meninggalkan toko es krimnya.
Turning Point
Pada tahun 1972, Vincenzo Ragusa datang ke Indonesia dan berminat menjual toko Es Krim Ragusa. Namun, ternyata setelah lama menunggu tidak ada yang ingin membeli toko tersebut.Melihat hal tersebut, Hj. Sias Mawarni berbicara kepada Vincenzo jika Vincenzo ingin kembali ke Italia, silakan saja.“Saya hanya bilang jika bos ingin pulang silakan saja. Tapi, saya ingin tetap bekerja di toko ini untuk membantu suami saya, Yo Boen Kong. Ternyata, oleh Vincenzo toko ini dihibahkan ke saya,” jelas Hj. Sias.Yo Boen Kong, suami Hj. Sias, memang bekerja di Es Krim Ragusa. Bahkan dirinya merupakan adik ipar dari Ragusa bersaudara. Ini dikarenakan Francesco Ragusa pada tahun 1970 menikahi kakak perempuan Yo Boen Kong yang bernama Liliana.Kepada Hj. Sias, Vincenzo hanya menitipkan pesan agar mengirimkan uang jika memang ada saja.“Beliau berkata jika memang ada uang yang dihasilkan dari toko es krim tersebut maka silakan dikirimkan. Namun, apabila ternyata tidak ada uang yang dihasilkan maka tidak usah menjadi sebuah beban. Jadi, setiap bulannya saya hanya bisa mengirimkan uang sedikit kepada Vincenzo,” ungkapnya.Ragusa Es Krim memang berbeda dengan toko es krim lainnya. Hal ini disebut Yo Boeng Kong sengaja dilakukan oleh toko es krim ini.“Bisa dilihat, kami sama sekali tidak merubah apapun di toko ini. Semuanya masih sama dengan yang aslinya berpuluh tahun lalu. Termasuk rasa. Kami sengaja tidak membuat es krim dengan rasa yang bermacam-macam, karena memang seperti inilah es krim Italia. Kami bisa bertahan hingga sekarang karena kami ingin Es Krim Ragusa ini sebagai ingatan dari semua orang,” jelas Yo Boeng Kong.
Selalu Banyak Berbagi
Mengalami masa kejayaan di era tahun 1990-an, Es Krim Ragusa sempat merasakan pahitnya era reformasi. Sentimen anti tionghoa yang berkembang di tahun 1998 juga turut dirasakan oleh toko es krim ini. Setidaknya hampir 20-an gerai yang sebelumnya dibuka di beberapa wilayah Jakarta habis dilalap si jago merah. Sekarang tersisa 2 gerai yang masih dibuka, yaitu gerai utama di Jalan Veteran dan satu gerai lainnya di Komplek Pertokoan Duta Merlin. Lucunya, pada awalnya Es Krim Ragusa dibuka di foodcourt Pertokoan Duta Merlin. Namun, ketika foodcourt tersebut ditutup, Es Krim Ragusa justru diminta untuk tidak ikut meninggalkan Komplek Pertokoan tersebut.Jika kalian pernah berkunjung ke salah satu dari dua gerai tersebut, pasti kalian menyadari bahwa pegawai yang bekerja disana kebanyakan telah berusia lanjut. Bahkan, di gerai utama Ragusa kalian bisa bertemu dengan pegawai yang telah berusia lebih dari 80 tahun. Mereka seakan tidak mau berhenti bekerja ataupun pindah kerja ke tempat lain.Menurut Hj. Sias, hal ini bisa terjadi karena dirinya selalu mengamalkan apa yang orangtuanya sering katakan kepada dirinya.“Semenjak saya masih kecil, orangtua saya selalu berpesan untuk menanamkan kebaikan kepada semua orang. Ragusa bersaudara sudah sangat baik memberikan Es Krim Ragusa kepada saya, maka saya harus membalas kebaikan tersebut. Kepada pegawai lah saya membalas kebaikan tersebut,” jelas Hj. Sias.“Saya selalu mengajak pegawai saya untuk bepergian, baik ke dalam maupun luar negeri. Selain itu, anak-anak pegawai saya juga saya sekolahkan. Ada juga pegawai yang saya perbaiki rumahnya,” tambah Hj. Sias.
Tidak Ingat Umur
Jika kalian perhatikan, Hj. Sias akan selalu berada di gerainya, baik di Jalan Veteran ataupun di Duta Merlin. Bahkan, Hj. Sias sudah berada di gerainya sejak pukul 06:00 di Jalan Veteran.Menurut Hj. Sias hal ini tidak terlepas karena dirinya ingin tetap aktif di masa tuanya seperti saat ini.“Saya sampai saat ini masih aktif mengajar dan saat ini masih menjadi dosen terbang. Berbagai ilmu yang saya kuasai ingin saya berikan kepada generasi penerus. Saya tidak ingin pelit ilmu. Kebetulan saya pernah meraih juara dunia tari beberapa tahun lalu. Kelebihan saya di ilmu tari itulah yang selalu saya ajarkan kepada anak-anak. Meskipun sudah berusia lanjut, namun saya masih kuat menari hingga saat ini,” ungkap Hj. Sias.Hj. Sias sengaja mengajarkan tari secara cuma-cuma kepada anak jalanan & anak pegawainya karena dirinya selalu ingin memberikan ilmu bahwa jangan pernah berhenti untuk belajar. “Saya selalu ingin belajar. Selama 25 tahun saya belajar dan saya merasa masih kurang. Saya selalu ingat perkataan orangtua saya bahwa jangan pernah berhenti untuk belajar. Untuk itulah saya selalu ingin agar anak-anak terus belajar untuk membantu bangsa ini dan menyatukan mereka,” tegas Hj. Sias.Selain mengajar, Hj. Sias juga aktif menyempatkan diri untuk menyapa pelanggan di tokonya. Dirinya sangat ingin mengenal tamunya lebih jauh dan tidak segan unutk bertanya bagaimana kesan mereka terhadap Ragusa. Keramahan Hj. Sias ini membuat banyak pelanggan terkesan dan selalu ingin kembali lagi datang ke Es Krim Ragusa. Apa yang dilakukan Hj. Sias Mawarni dan suaminya bisa menjadi sebuah pelajaran berharga bagi semua orang. Melalui kerja keras mereka, tanpa promosi pun nama Es Krim Ragusa akan selalu diingat semua orang. Kepuasan pelanggan akan pelayanan yang diterima akan membuat promosi dari mulut ke mulut memiliki dampak besar bagi usaha.