Sate Maranggi Berbeda dari Sate Kebanyakan
Sate Maranggi mempunyai kekhasan sendiri yang jadi ciri utamanya. Inilah yang bikin pencinta kuliner langsung paham dan gampang mengenali sate yang satu ini. Kekhasannya ada pada rasa dagingnya yang sudah lezat berbumbu tanpa harus ditambahi saus seperti saus kacang dan kecap yang berlebihan.source: istockphoto
Jadi sebelum dibakar menjadi sate yang enak, dagingnya sudah dimarinasi atau direndam dengan bumbu khusus. Bumbu marinasinya tersebut antara lain, jahe, lengkuas, ketumbar, merica, bawang dan rempah lainnya. Sementara untuk penyajiannya, sate ini bisa dinikmati secara langsung ataupun bersama lontong maupun nasi putih biasa dan timbel. Ada juga yang menyediakan sate ini bersama ketan uli bakar dengan sambal oncom khas Jawa Barat.Konon Resepnya Mirip Kuliner Tionghoa
Dilansir dari Kompas, beberapa sejarawan kuliner mengungkapkan bahwa teknik marinasi daging dengan bumbu-bumbu tersebut mirip dengan teknik pembuatan dendeng dalam masakan Tionghoa. Banyak yang menyebut juga awalnya resep tersebut dipopulerkan oleh para pedagang Tionghoa yang bermukim di Purwakarta. Mereka yang memperkenalkan teknik tersebut pada warga lokal.source: @rachveda
Tapi dulu bahan bakunya bukan daging domba, kambing, ataupun sapi, tapi daging babi seperti umumnya daging dendeng khas Tionghoa. Karena masyarakat Purwakarta mayoritas beragama Islam, akhirnya dagingnya pun diganti menjadi pilihan yang halal untuk dikonsumsi masyarakat. Biarpun pilihan dagingnya diganti, bumbunya tetap sama sehingga tetap menghasilkan makanan yang lezat. Itulah salah satu bukti terjadinya akulturasi budaya dalam hal kuliner.Pedagang Sate Awalnya Bernama Mak Ranggi
Selain teori sejarah yang menyebut dari percampuran kuliner lokal dengan teknik pengolahan daging khas Tionghoa. Ada juga yang menyatakan bahwa awal tercipta sate ini dipopulerkan oleh pedagang perempuan bernama Mak Ranggi. Mak Ranggi sendiri adalah seorang warga Cianting, Purawakarta, yang sudah lama tinggal dan berjualan makanan sate sejak tahun 1960-an. Dilansir dari AyoBandung, Heri, seorang keturunan dari Mak Ranggi menuturkan bahwa zaman dahulu belum ada kulkas untuk mengawetkan daging. Akhirnya Mak Ranggi tersebut berinisiatif untuk membuatnya awet dengan cara marinasi menggunakan bumbu dendeng. Kemudian dicoba dimatangkan dengan cara dibakar dan ternyata rasanya cukup enak.source: @mytastemylife
Karena cita rasanya enak, Mak Sarmasih, anak dari Mak Ranggi, mencoba menjualnya di ruas Jalan Cianting yang pada waktu itu masuk ke wilayah Kecamatan Plered. Maka gak heran sampai sekarang, Kecamatan Plered dikenal sebagai sentra kuliner sate maranggi. Nama maranggi pun jelas berasal dari penyebutan Mak Ranggi tersebut.Sate Maranggi Terkenal di Dunia Internasional
Selain keluarga Mak Ranggi, sate ini juga populer dijajakan oleh keluarga ibu Hajjah Yetty yang berjualan di Jalan Raya Cibungur. Saking ramainya, khusus saat lebaran bisa menyediakan sampai 1 ton daging. Satu porsi sate ini dijual Rp40.000 dengan isian 10 tusuk. Ssstt, gak cuma terkenal seantero Jawa Barat dan Indonesia saja lho, sate maranggi Cibungur ini bahkan sudah go international. Hajjah Yetty mengikutsertakan sate miliknya dalam kongres makanan internasional. Hebatnya, sate khas Purwakarta ini menjadi salah satu dari 8 jajanan kaki lima paling favorit dalam World Street Congress, di Filipina.source: istockphoto
Sate maranggi juga pernah menjadi pilihan menu makan siang Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan ke Korea Selatan. Orang di sana pun mengakui kelezatan dari sate yang satu ini. Sebagai makanan khas Indonesia, sate dari Jawa Barat ini punya peluang untuk menjadi makanan internasional yang lebih dikenal luas. Nah, itu tadi kisah unik asal-usul dari sate maranggi khas Purwakarta, Jawa Barat. Gimana, kalian sudah pernah cobain belum nih kuliner khas satu ini?