Tak Lepas dari Peran Negara Asing
Photo source: pexels
Sejarah teh Indonesia pertama kali di mulai pada abad ke-17, tepatnya di tahun 1684. Pada tahun itu, Andreas Cleyer membawa masuk biji teh sinensis ke Jakarta. Yang menarik, pada awalnya tanaman ini dibawa untuk dijadikan tanaman hias. Fakta ini juga diperkuat oleh pengakuan dari F. Valentijn yang melaporkan bahwa dirinya melihat tanaman teh di halaman rumah gubernur jenderal VOC pada tahun 1694. Kebun Raya Bogor yang telah dibangun pada tahun 1817 juga akhirnya melengkapi koleksi tanaman dengan teh pada tahun 1826. Pada tahun 1827 dimulai lah penanaman teh sinensis dalam skala luas di Wanayasa dan Gunung Raung. Melihat kesuksesan dari penanaman di tahun 1827 ini, akhirnya perkebunan teh skala besar mulai dibangun di berbagai wilayah Pulau Jawa. Pelopor dari penanaman ini adalah Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh berkebangsaan Belanda. Teh ini sendiri menjadi salah satu jenis tanaman yang masuk ke dalam program cultuurstelsel atau lebih akrab dikenal dengan istilah tanam paksa di tahun 1830. Sistem tanam paksa pada tahun 1830 ini memaksa petani untuk menanam teh di tanah yang telah dibeli oleh pemerintah. Ternyata, komoditas satu ini sangat meledak pada sekitar tahun tersebut. Hal ini kemudian membuat pemerintah kolonial menjalankan sendiri perkebunan teh selama 30 tahun. Periode meledaknya teh di Indonesia ini merupakan awal lahirnya budaya yang ada hingga saat ini. Pada sekitaran tahun ini masyarakat Pulau Jawa meminum teh di pagi hari sebagai bagian dari kebiasaan. Yang menyedihkan, teh yang mereka minum hanya teh kelas 2 karena teh terbaik diperuntukkan untuk ekspor. Keran ekspor teh kering olahan dari Pulau Jawa ke Amsterdam tercatat pertama kali di tahun 1835. Kesuksesan ini berujung pada swastanisasi perkebunan pada tahun 1836. Tak lagi dikelola oleh VOC, pada tahun ini perusahaan swasta dibebaskan untuk melakukan kegiatan produksi tehnya sendiri.Perubahan Jenis Teh dan Perkembangan di Luar Jawa
Photo source: pexels
Imbas dari kebijakan swastanisasi adalah berkembang pesatnya jumlah perkebunan teh. Pada tahun 1841, perkebunan teh di seluruh Pulau Jawa memiliki total luas 2.129 hektare. 5 tahun kemudian, total perkebunan teh ini melonjak drastis menjadi 3.193 hektare. Sejarah teh Indonesia mencatat, setelah selama 40 tahun menggunakan teh sinensis dalam kebun-kebun yang dikelola, pada tahun 1877 masuk teh assamica ke Indonesia. Tanaman teh satu ini ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gembung, Jawa Barat. Teh assamica didatangkan langsung dari Sri Langka yang memang sudah lebih dahulu dikenal sebagai salah satu penghasil teh terbaik di dunia. Teh assamica ternyata sangat cocok dan jumlah produksinya lebih tinggi dibandingkan teh sinensis. Oleh karena itulah secara berangsur tanaman teh sinensis diganti dengan teh assamica. Selepas pergantian itu, perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas. Tercatat pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh pertama di luar Jawa, yaitu di daerah Simalungun, Sumatera Utara. Periode tahun 1910-1914 dan 1920-1928 merupakan periode puncak laju pertumbuhan teh di Indonesia. Pada periode ini, produksi per tahun per hektar naik hingga 6.3% dengan laju pertumbuhan penanaman yang jauh lebih tinggi. Pada rentang tahun 1910-1940 bahkan dilakukan perluasan perkebunan di wilayah selatan bumi priangan. Menjelang Perang Dunia II, sekitar tahun 1935-1938, perdagangan teh tercatat memberikan keuntungan besar bagi kas negara pemerintah kolonial. Total terdapat 324 perusahaan yang bergerak di bidang produksi teh ini. 259 perusahaan di antaranya berada di Jawa Barat.Indonesia Salah Satu Produsen Teh Terbesar Dunia?
Photo source: pixabay
Indonesia sering disebut sebagai salah satu produsen teh terbesar di dunia. Bahkan, tidak sedikit yang menyebut teh Indonesia merupakan salah satu yang terbaik. Namun, apakah fakta di lapangan sesuai dengan omongan banyak orang? Data dari Statista pada tahun 2014 menyebut, Tiongkok merupakan negara yang paling banyak memproduksi teh. Tercatat pada tahun 2014 saja Tiongkok mampu memproduksi 1.980.000 ton teh. Menyusul di peringkat kedua dan ketiga adalah India dan Kenya. Dalam data tersebut dijelaskan Indonesia berada di peringkat ketujuh dengan total produksi “hanya” 132.000 ton. Jumlah ini tentu berbanding jauh dari Tiongkok. Bahkan, produksi Indonesia tidak lebih dari 7% total produksi Tiongkok. Data ini menunjukkan bahwa ada yang salah dengan produksi teh di Indonesia, padahal hampir separuh dari total produksi ini diperuntukkan untuk ekspor. Salah satu penyebab utama adalah kebanyakan petani kecil kekurangan kemampuan finansial dan keahlian untuk mengoptimalkan produksi. Kebanyakan tanaman teh Indonesia dihasilkan dari biji, padahal metode terbaik adalah dengan melakukan stek. Stek dari daun terbaik tentunya akan menghasilkan daun baru yang juga berkualitas. Kebanyakan teh Indonesia yang di-ekspor adalah teh yang dihasilkan oleh perkebunan besar. Teh dari perkebunan ini dipercaya memiliki mutu yang jauh lebih tinggi dibandingkan teh yang dijual di dalam pasar Indonesia. Pasar Indonesia sendiri akhirnya diisi oleh teh yang dihasilkan dari petani-petani kecil yang menggunakan teknologi lama dan metode pertanian yang sederhana serta tidak memiliki fasilitas pengolahan. Masalah ini makin diperparah dengan prospek perkebunan kelapa sawit yang jauh lebih menguntungkan. Banyak yang akhirnya menyerah dan akhirnya merelakan kebun untuk ditanami kelapa sawit. Data terbaru yang dilansir oleh BPS di tahun 2018 menunjukkan bahwa produksi teh di Indonesia pada tahun 2018 berada di kisaran angka 139.000 ton. Wilayah Jawa Barat masih memasok angka terbesar dengan 96.315 ton. Tampaknya produsen teh terbesar dunia hanya bagian dari sejarah teh Indonesia.Kalah Tenar dengan Kopi?
Photo source: shutterstock
Belakangan, kopi tengah berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisa dikatakan, meminum kopi adalah pilihan dari anak mainstream sedangkan teh adalah pilihan anak hipster. Benarkah demikian? Kembali ke data yang dilansir oleh Statista pada tahun 2014, disebutkan bahwa penduduk Indonesia mengkonsumsi rata-rata 0,32 kilogram teh per orang per hari. Sedangkan rata-rata nilai konsumsi dunia adalah 0,57 kilogram. Peringkat pertama diduduki oleh Turki dengan 7,54 kilogram. Beberapa tahun ini, ekspansi kopi tengah gencar-gencarnya berkembang di Indonesia. Beragam kedai kopi dibuka dengan konsep yang sebenarnya beragam. Bahkan, Kopi Kenangan yang awalnya hanya sekedar kedai kopi biasa berubah menjadi start up setelah mendapat suntikan dana yang nilainya cukup besar dari beberapa investor asing. Kedai teh seakan tenggelam di Indonesia. Sedikit sekali kedai teh yang mampu hadir dan mencuat di tengah gempuran dari kedai kopi. Bahkan, kesan eksklusif tersemat di kalangan pecinta teh ketika menikmati teh dengan kualitas terbaik kalian harus mengunjungi kedai yang menjual teh dengan harga cukup mahal. Bambang Larensolo, seorang praktisi teh, dalam wawancara yang dilakukan kompas.com, menjelaskan tren teh yang tenggelam ini dikarenakan teh lokal Indonesia telah kehilangan identitasnya. Ia menyebut, teh-teh di beragam wilayah di Indonesia tidak memiliki perbedaan yang besar. Karakteristiknya mirip antara satu dengan lainnya. Ini dikarenakan teh di Indonesia saat ini dikembangkan dari bibit yang sama, yaitu bibit yang berasal dari Gambung, Jawa Barat. Karakter asli teh lokal sudah menghilang karena pembibitan yang dilakukan di satu lokasi yang sama. Tak ayal hal ini membuat banyak orang berpikir dua kali jika ingin mencari tahu lebih lanjut mengenai sejarah teh Indonesia.Ragam Teh Asli Indonesia
Photo source: Iqbalfauzn @wikipedia.org
Jika selama ini banyak orang yang mengonsumsi teh hanya memiliki pengetahuan sebatas teh cokelat, hitam, ataupun hijau, sebenarnya Indonesia juga memiliki variasi lainnya. Berikut di antaranya!